Bismillah,
Bicara soal kesempatan, saya mau ga mau jadi ingat Papa.
I don’t have such a close relationship with him. I am not Daddy’s little daughter at all. Memori saya tentang masa kecil saya dengan Papa adalah Papa yang keras dan mendidik saya dengan tangan besi.
Papa saya selalu bilang, beliau tidak bisa mewariskan harta pada saya dan adik-adik. Yang bisa beliau berikan untuk kami hanyalah pendidikan. Dan untuk itulah, Papa mendidik kami dengan sungguh-sungguh.
Papa juga seorang yang visioner. Saya masih ingat bagaimana Papa melatih saya untuk bicara bahasa Inggris sejak saya kelas satu SD. Modal Papa saat itu hanyalah flash cards dan buku kecil percakapan bahasa Inggris. Saya tidak mengerti kenapa saya harus belajar bahasa asing sejak kecil, tapi Papa selalu bilang kalau di masa depan nanti, bahasa Inggris akan amat sangat penting dan saya harus mulai belajar sedari kecil.
Keluarga kami bukan keluarga yang berada. Papa pun sempat bekerja serabutan waktu awal-awal saya usia sekolah. Papa sempat jadi tukang sepatu, sopir omprengan, apapun yang penting halal sambil menyelesaikan kuliah beliau di Teknik Sipil. Alhamdulillah, setelah selesai kuliah, Papa bisa mulai bekerja di perusahaan.
Pun begitu, sejak kecil kami tidak pernah punya uang lebih. Tapi kalau untuk urusan sekolah, Papa tidak pernah tanggung-tanggung. Uang sekolah kami tidak pernah nunggak. Buku-buku sekolah pun selalu siap Papa sediakan. Seragam dan sepatu mungkin tidak akan diganti sampai benar-benar rusak, tapi segala yang mendukung kami untuk belajar, Papa selalu siap menyokong.
Saat saya masuk SMU 8 dan ingin masuk kelas aksel, Papa sangat mendukung walaupun keluarga besar sempat bilang keberatan karena takutnya dengan masuk aksel, saya akan stres dengan beban pelajaran yang ada. Papa bergeming. Saya pun tetap masuk kelas aksel.
Saat saya memutuskan untuk melepas kuliah saya di ITB dan mengambil NTU walaupun harus mengulang setahun, Papa satu-satunya yang mendukung saya untuk berangkat. Walaupun beliau sudah merogoh kocek lumayan besar untuk biaya masuk saya di ITB. Kata-kata beliau waktu itu adalah,
Anggap saja ini investasi Papa supaya Fanny diterima di NTU.
Dan saya sejak itu sadar, selain ridho Allah, Papa lah yang selalu memberikan kesempatan untuk saya.
Papa membuat saya belajar bahasa asing sejak kecil karena Papa ingin saya punya kesempatan untuk bersaing di luar negeri – Papa percaya saya mampu untuk itu.
Papa rela mengantar jemput saya ke SMU 8, berangkat jam 6 pagi dan menjemput saya di sekolah jam 4 sore karena Papa ingin saya punya kesempatan masuk sekolah unggulan dan belajar dengan baik tanpa harus kelelahan naik angkutan umum.
Papa juga yang mendukung saya untuk berangkat ke NTU karena Papa ingin saya punya kesempatan untuk menuntut ilmu di sana dan mengenal budaya asing untuk menempa mental saya.
Papa juga yang mendukung saya untuk tetap bekerja di luar negeri karena beliau ingin anak-anak saya punya kesempatan untuk hidup di luar dan mengembangkan kemampuan bahasa asing mereka.
Prinsip beliau masih tetap sama – berikan kesempatan untuk anak-anakmu, lebih daripada apa yang sudah pernah kamu dapat.
Dan prinsip itulah yang akan selalu saya pegang. Saya akan berusaha untuk memberikan kesempatan pada anak-anak saya, lebih daripada apa yang sudah saya dapat.
Terima kasih Papa. Selamat ulang tahun 🙂