Bismillah,
Nggak terasa tiba-tiba udah bulan April – dan udah sebulan juga bolos nulis blog, hehehe. Ga ada alasan lain selain it was some sort of a March Madness. Masa-masa penutupan kuarter pertama berarti saya berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan projects baik di kantor ataupun personal.
Anyway, now that that’s over, dan saya bisa bernapas sejenak sebelum memulai kuarter baru – kebetulan #1m1c bikin minggu tema yang so close to my heart. Sekalian bernostalgia, haha.
I have always been a nerd and a bookworm. Kalau remaja zaman saya adalah remaja gaul (Planet Remaja, anyone?), saya lebih memilih tinggal di rumah dan membaca apapun. Uang jajan? Selalu habis untuk beli buku. Liburan? Give me a pile of books and I would call it a holiday. Sampai sekarang juga saya masih suka membaca, walaupun hanya di sela-sela waktu.
Kalau dirunut ke belakang, kebiasaan membaca saya ini diturunkan dari Papa. Beliau rajin membaca koran setiap hari dan itu membuat saya dan adik saya yang paling besar sangat suka membaca. Bahan bacaan di rumah kami lumayan beragam tapi most of the time adalah koran, majalah, atau tabloid. I grew up reading lots of them. Tapi sayangnya, sebagian besar majalah dan koran itu mungkin sudah gulung tikar ya π Sedih rasanya. Walaupun ada juga yang sudah pindah ke dunia digital, tapi tetap saja rasanya beda antara membaca majalah dengan kertas dan sekedar scroll dan click di browser.
Waktu saya kecil, saya merasa banyak sekali majalah yang bermunculan untuk berbagai umur. Ada yang masih populer sampai sekarang, ada juga yang cuma terbit 2-3 tahun, lalu hilang. Favorit saya pada zaman itu adalah:
Aku Anak Saleh
Siapa yang dulu berlangganan majalah ini? π
Saya dulu sekolah di TK Islam, dan majalah ini salah satu rutinitas kami setiap beberapa hari sekali. Majalah ini literally an activity book – banyak permainan seperti menemukan jalan atau mencocokkan gambar. Rasanya seru sekali setiap kali melakukan aktivitas seperti ini dengan teman-teman yang lain.
Fantasi
Yeah, siapa anak 90an yang ngga tahu “Fantasi”, hahaha. Saya kurang ingat asal muasalnya membaca “Fantasi”, tapi saya rutin membeli “Fantasi” yang waktu itu kalau tidak salah ingat terbit tiap 2 minggu sekali. Bentuknya tabloid jadi setiap kali beli langsung saya staple di tengah-tengah supaya tidak bertebaran kemana-mana hahaha.
“Fantasi” yang saya gemari waktu itu isinya membahas serial-serial TV anak yang populer, seperti Ksatria Baja Hitam atau Power Rangers. Tapi sesekali juga ada serial TV yang mungkin tidak masuk kategori anak-anak tapi banyak ditonton anak-anak, seperti Legenda Ular Putih atau Pedang Pembunuh Naga.
Saya berhenti membaca “Fantasi” setelah masuk SMP karena isinya yang mulai mainstream dan kurang cocok dengan selera saya.
Republika Anak
(ga nemu gambarnya bahkan setelah ubek2 Google D:)
Bisa dihitung sebagai majalah ga ya? π
Dulu, Papa berlangganan koran “Republika”. Dan setiap hari Minggu, ada selipan khusus untuk anak-anak. Isinya biasanya artikel-artikel seperti liputan acara anak-anak dan juga cerpen anak kiriman penulis yang juga anak-anak. Juga ada rubrik yang isinya pengalaman lucu pembaca.
Saya suka sekali “Republika Anak” ini karena selain isinya menghibur, juga membuka peluang untuk anak-anak yang senang menulis cerita supaya cerita mereka dimuat. Saya sendiri pernah mengirim cerpen dan pengalaman menarik ke redaksi “Republika” dan dua-duanya dimuat! Wah bangga sekali rasanya waktu itu. I always knew that writing is something that I enjoy, dan melihat cerita karangan saya dimuat di koran nasional rasanya luar biasa. Sayangnya potongan cerita itu tidak sempat saya simpan π
Majalah INA
Ga yakin banyak yang ingat majalah ini karena waktu saya mencari gambar majalah ini di Google pun susahnya minta ampun, haha.
Tidak banyak cerita yang bisa saya korek dari internet tentang majalah “INA” ini. Yang saya ingat majalah ini dicetuskan oleh Arswendo Atmowiloto. Waktu itu, almarhumah Pakde saya yang bekerja sebagai agen majalah dan koran, rutin memberikan saya majalah “INA”. Isinya lumayan informatif saat itu. Majalah INA suka membahas ilmu pengetahuan dan sains. Kurang ingat kenapa saya berhenti membaca. Mungkin karena merasa sudah kurang cocok dengan umur haha.
Animonster
Masa remaja saya dihabiskan dengan mulai belajar bahasa Jepang dan tentu saja anime. Sesekali saya masih membaca GADIS atau Aneka, tapi uang jajan selalu saya alokasikan untuk membeli “Animonster” setiap bulan, hehe. Saking senangnya saya membaca majalah satu ini, saya pun sempat mengunjungi kantor mereka di Bandung untuk membeli back issues yang sudah tidak dijual lagi di kios-kios majalah.
Kenapa saya suka “Animonster”? Pertama, kualitas majalahnya yang tinggi untuk zaman itu. Kedua, tulisan editorial mereka (di awal-awal) banyak memuat insight yang bagus. Dan ketiga, karena akses ke anime pada zaman itu masih lumayan sulit didapat terutama untuk anime-anime yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, membaca artikel di “Animonster” jadi salah satu sumber saya untuk tahu tentang eksistensi anime-anime tersebut.
“Animonster” terkadang juga punya artikel tentang budaya dan festival di Jepang sekaligus rubrik belajar bahasa Jepang yang sangat membantu saya yang tidak punya dana untuk kursus bahasa Jepang saat itu :p
“Animonster” sekarang sudah berhenti terbit π Walaupun mereka sempat merilis edisi terakhir via online store tahun 2014 (atau 2015?) lalu.
NOVA
Apaaa? π
Iya, saya juga dulu doyan baca “NOVA” hahaha. Mama berlangganan tabloid “NOVA” dari loper koran yang rutin mengantar koran ke rumah kami. Dari “NOVA” juga saya tahu kabar-kabar artis (hahaha omg *facepalm*) dan terutama.. resep-resep kue yang kelihatan enak-enak dan tidak mungkin bisa saya coba/makan saat itu :)))
Pernah perhatiin resep-resep kue di “NOVA”? Gambar-gambarnya sungguh menggoda, belum lagi bahan-bahannya yang menurut saya waktu itu ga akan bisa dibeli di warung dekat rumah. Harus pake whip cream dan strawberry, atau bahan-bahan lain yang harganya mungkin setara dengan uang belanja keluarga kami satu minggu.
Tapi namanya manusia boleh dong ya mimpi? Dan karena saya pernah punya impian buat bisa bikin kue sekelas tabloid “NOVA”, maka saya pun membuat kliping-an resep-resep dari tabloid “NOVA” hahaha. Entah kemana sekarang kliping-an itu. Mungkin sudah pergi ke tukang abu gosok π
***
Apa lagi ya bahan bacaan zaman itu? Saya kurang minat dengan majalah remaja walaupun sempat rutin membeli majalah GADIS circa 1999 – mungkin karena selera fashion yang minim :D. Terkadang saya juga baca majalah “FEMINA” atau “INTISARI”. Basically, apapun yang saya temukan yang saya belum baca, I read them.
Dengan uang jajan yang terbatas, terkadang saya sering sedih melihat artis-artis cilik yang memperlihatkan koleksi buku mereka. Lebih karena iri dan mendambakan koleksi seperti mereka, hehe.
Saya merasa yang namanya membaca adalah mutlak dan wajib saya lakoni hingga akhir hayat. Ayat Qur’an yang pertama turun pun adalah tentang membaca, jadi kurang penting apalagi kebiasaan yang satu ini?
Selamat membaca,