Cerita Hijrah

That title sounded heavy.

Ngga sih, ini isinya mungkin bisa dibilang agak remeh. Cuma cerita hidup – kilas balik to few years back. (or maybe a decade back? OMG I AM OLD CRYYY)

Background cerita dulu cause I like my context yow.

I used to be an active blogger walaupun cuma sekedar cerita ngalor ngidul curhat ga jelas – saya bahkan pernah nge blog soal bikin tahu isi, sodara2. Dem I was drama queen. Sebagai blogger, of kors lah kita mesti bangun network (hachih). Melalui bloghopping, saya menemukan beberapa blog yang rutin saya baca. Simply because I love the bloggers. Tiap baca tulisan mereka – apapun itu – I felt happy. As simple as that. That’s the power of writing for me.

Setelah demam blog mereda (sad face), beberapa dari mereka ada yang completely stop blogging atau pindah ke blog baru. Ada yang dulu cuma bikin blog di blogspot, wordpress, free provider lainnya, sekarang pakai domain sendiri. Isi blog nya pun makin beragam. Dari yang cuma cerita kehidupan kampus (karena dulu masih anak kuliahan), sekarang cerita working life or life as a mom (aiihh).

Life goes on. People change. But they are still the same old bloggers that I love. Their writings still make me super happy!

Dari beberapa di antara mereka yang masih aktif, I found out that they are now wearing hijab. Which makes me even happier! Apalagi kalo baca cerita hijrah mereka  – merinding dan terharu bacanya. Tiap orang punya cerita sendiri, tapi saya selalu merasakan hal yang sama: it’s so humbling. Sebagai muslimah, hijab adalah bagian dari diri kita. And I feel so, so honored to be part of people that can read their stories.

And I want to share mine as well – mungkin tidak terlalu dramatis, tapi cerita saya juga bagian dari bagaimana saya menemukan identitas diri saya sebagai muslimah.

I just realized my tone has become heavy again, haha. OK, let’s try to keep this light.

*

Back in 2003, adik saya berangkat haji. Saat itu sebenarnya saya juga ditawarkan untuk ikut – but I didn’t take the offer because my school responsibilities were too many and I couldn’t afford missing classes for more than two weeks.

Sekembalinya dari haji, adik saya pun memakai hijab. Waktu itu rasanya sih biasa saja. I thought it’s just compulsory. She’s a hajjah, so of course it’s her responsibility. She needs to represent that title.

Lama2, saya pun penasaran dengan hijab. My mom has been wearing it ever since she got married, tapi saya baru merasa super penasaran setelah melihat adik saya memakai hijab for few months. I saw something different with her. Yang tadinya super grasak grusuk jadi agak kalem (notice ‘agak’, hahaha), etc. I just couldn’t explain why but somehow I wanted to try wearing hijab.

Pada suatu hari, saya pun mengambil bergo milik Mama dan memilih baju lengan panjang untuk keluar rumah. Which ended with Mama asked me to change instantly, haha. She said I wasn’t ready.

Saat itu saya tidak mengerti why I was told that I was ‘not ready’. How do we define ‘ready’? How?

Until one day in 2004, I decided ready or not, I had to wear hijab. That time, Mama didn’t say anything. Dan saya pun memakai hijab seterusnya.

… *krik krik*

Sudah begitu saja, hahahaha.

Alhamdulillah, saya tidak mengalami yang namanya takut ditolak lingkungan because of my hijab. Mungkin karena circle pertemanan saya yang terlalu kecil (introvert alert!) dan sebagian besar dari mereka juga sudah berhijab.

Cerita justru mulai seru setelah saya pindah ke Singapura.

I was struggling with being a minority. Sempat beberapa kali saya merasakan saya tidak diberikan kesempatan because of my hijab, astaghfirullah. But again, alhamdulillah. Circle saya yang kecil masih menyediakan support system yang functional. Terima kasih banyak saya haturkan untuk kakak2 mentor dan roommate2 saya tercinta (Echa, Sari, Dika, what would I do without you?). Being a minority was tough, tapi punya dukungan moral dan spiritual dari orang2 terdekat was a good safety net.

Memasuki dunia kerja, saya kembali merasakan perasaan rendah diri. Being a muslimah and wearing hijab di negara dimana saya adalah minoritas adalah tantangan tersendiri. Apalagi untuk kegiatan socializing dimana tentu saya punya banyak halangan. Kadang kala saya juga merasakan konflik moral di dalam hati. Identitas saya begitu jelas terpampang dan orang akan selalu menjudge saya based on that.

Until one day, I decided to stop blaming my hijab. Hijab is my identity. And I should feel proud donning it.

Saya memutuskan untuk pelan2 membangun rasa percaya diri yang ternyata sudah mulai mengapur. Saya adalah seorang professional. And I am one. Dan saya pun menyadari kalau saya terlalu fixated dengan how self conscious I am on wearing a hijab. Saya takut saya di judge tidak fleksibel, saya takut saya dicap tidak bisa perform because I have too many restrictions.

Which apparently is not the case at all!

Once I have started building my confidence better, I started to feel the difference. I realized that people actually respected me for my skills – they never really cared about my hijab. I do have a lot of restrictions – but the most important part is being firm about it. If I can’t socialize at a bar or non-halal restaurant, I will say it upfront. And actually, wearing a hijab is easier cause my colleagues will immediately remind me if the places we are going are not halal, haha! Alhamdulillah.

It has been easier so far and I am proud of my hijab.

Jadi minoritas itu tidak mudah. Mempertahankan prinsip bisa jadi satu hal yang sulit. Iman pun bisa naik turun – sudah fitrah nya. Tapi setelah hampir 13 tahun mengenakan hijab, I can tell few things that can help you getting through difficult times:

  • Your support system. It doesn’t need to be big – but it needs to be strong.
  • Your moral compass
  • Your faith to Him

With recent news about how Islam is perceived around the world, it’s even more important for us Muslimahs to be firm and proud with our hijab – tentu saja dibarengi dengan akhlak yang sesuai dengan tuntunan Islam. Because if it’s not us, then who else?

*

OK I think that’s enough of heavy topic for today :p. Let’s get back to the usual (??) program in few days.

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *